Kami bertiga pergi ke mall, ( aku, ompu, ayahku), duduk bertiga sambil bercengkrama di suatu kafe. Tiba-tiba ayahku ingin berpamitan pulang kembali ke kampung,
“Irwan, ompu, sebelum ince pulang ince ingin menasehati kalian, kalian sekarang ini hidup di kota besar, kota yang penuh dengan segala macam permasalahannya, bila kalian tidak berhati-hati dalam pergaulan kalian akan terjerumus dalam kegelapan, dan kehinaan, jadi ince memberi pesan jaga diri, jaga kepercayaan, dan yang paling penting adalah jaga persahabatan kalian dengan siapapun, jangan pernah mengecewakan orang lain, apalagi orang-orang yang telah membantu dan menolong kalian, jangan pernah meninggalkan sholat, tetap tawakal kepada Allah, dan yang terkhir jangan pelit, rajin-rajinlah bersedakah, selagi mampu, membantu/memberilah kepada siapapun yang membutuhkan uluran tangan kalian, Sekarang ince mau pamit, jagalah cucu-cucu ince ya, Wassalamu alaikum.
Tersentak aku dari lamunanku, terbangunku dalam penjagaanku, tetiba aku sadar, bahwa kehadiran Ayahku hanyalah lintasan mimpiku saja. 13 tahun lalu sang ayahku telah tiada, saat itu, sebulan setelah aku menikah, tiba tiba aku mendengar kabar bahwa sang ayah masuk rumah sakit, Inalillahi wa ina ilaihi rojiun, sang ayah telah di panggil kembali oleh Allah melalui kecelakaan motor di kampung halaman.
Sedih hati yang luar biasa pada diri ini, belum sempat , belum banyak sang ayah menikmati hasil keringatku sebagai anaknya, beliau telah di panggil kembali oleh Allah SWT.
Menjadi anak laki-laki sulung dengan tiga orang adik perempuan sungguh membuatku selalu memikirkan tentang kesuksesan, kemapanan, dan kebahagiaan. Apalagi sejak Ayah pergi untuk selama-lamanya pada tahun 2007 lalu. Tak banyak moment yang sempat dilewati bersama terpotret dalam selembar foto atau gambar, sehingga mengundang hasrat untuk mengulang kembali kebersamaan dimasa kecil hingga remaja bersamanya. Hanya bisa menjadi goresan kenangan tak berbentuk.
Berbagai kenangan, berbagai nasehat yang telah diberikannya telah mengantarkan banyak kebaikan untuk diriku, juga saudara-saudara dan keluarga kami hingga hari ini.
Sebagai seorang anak berharap bisa meluangkan waktu untuk pergi bersama sang ayah, menikmati waktu dan bersantai bersama, tapi kini hal itu mustahil dilakakukan, karena beliau telah tiada, semoga Allah selalu limpahkan kebaikan dan keberkahan padanya. Aamiin.
Ya Tuhan perkenankan rasa rinduku kepada sang ayahku aku tuangkan dalam selembar gambar berikut ini, menyeruput kopi bersama, menikmati indahnya ibu kota, menjalin keakraban dalam lembaran imajinasi.
#Sahabatku semuanya ,
Penyesalan paling besar dalam hidup adalah menyia-nyiakan kasih sayang orang tua selagi masih hidup. Kasih sayang tulus yang kita terima dari orang tua sejak kecil. Ayah, membanting tulang demi mendapatkan uang halal untuk keluarganya. Tanpa ada keluhan demi membuat anak dan istri tercukupi serta senyuman mereka yang menjadi pemantik perjuangan seorang Ayah.
Melihat anaknya Sukses adalah impian semua Imam keluarga. Ibu, kesabaran dalam merawat anak, membimbing anak dan motivator serta sandaran hati bagi suami tercinta. Impian Seorang Ibu tatkala melihat anaknya dewasa menjadi anak yang sholeh.
Bagi Anak, perjuangan Ibu memiliki Perasaan yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya .
Hingga dewasa, sentuhan itu membekas di lubuk hati yang paling dalam. Seakan jiwa kita menjadi bayi mungil lagi, saat Ibu menasehati kita karena kekhilafan sang anak.
Kenanglah kedua orangtua kita, Biasanya, di saat orangtua kita masih hidup, tidak mudah bagi kita untuk menghargai kasih sayang mereka.
Padahal mereka menebar cinta mereka dalam setiap desah nafas, gerak bibir, dan ayunan langkah mereka. Tak ada yang mereka pikirkan begitu penting selain keluarga mereka, anak cucu mereka, penerus keberlangsungan karya mereka di dunia ini. Bahkan dalam amarah, kekecewaan dan kesedihan mereka selimuti dengan kasih sayang.
Bagi kita. ini mungkin nasehat tua yang sudah terlalu sering terdengar. Namun, tak pernah usang, karena orangtua selalu dilahirkan jaman. Mengenang orangtua sebenarnya mengenang keberadaan diri kita sendiri.
Kita terlahir dari buah kasih sayang, kita tumbuh dalam naungan kasih sayang, kita pun ditinggalkan dengan lambaian kasih sayang. Perlahan tapi pasti,waktu selalu berputar tanpa mengisyaratkan tanda untuk berkompromi dengan kita. Kasih sayang orang tua tidaklah kekal secara fisik. Melainkan rasa penyesalan lah yang kekal di dalam batin kita.
Memang tak ada yang terlambat, namun sebelum hati terdalam kita menyesal, kasihilah orangtua kita. Bagi mereka, balasan ini jauh lebih berharga dari apa pun yang pernah diperolehnya.
Bagi mereka, itulah bekal sebaik-baiknya untuk menikmati usia senja mereka. Cukup senyuman bahagia dari orang tua, pada saat kita dapat memenuhi impian beliau menjadi anak yang sholeh dan berbakti kepada orang tua. Senyuman manis yang dapat meneteskan air mata kita saat kehilangan kedua orang tua. Senyuman yang akan menjadi selimut kebahagian di kala kesepian melanda sanubari sang anak.
Kasih sayang Orang Tua abadi dihati kita…tapi usia tidaklah kekal, jangan lah disia-sia kan kawan….