Sesampai di rumah paman (adik ibuku) di daerah bintara bekasi jawa barat aku tinggal, aku tidak bisa langsung bekerja atau berkuliah sebagaimana kata ayahku, hari-hariku hanya membantu mencuci baju dan juga membantu istri pamanku berjualan di warung nasinya.
Rasa bosan, sepi, kangen orang tua, kangen adik, kangen sahabat, kangen kampung halaman, tanpa pekerjaan membuatku merasa jenuh berada di rumah terus, dalam hatiku berkata, jika aku terus seperti ini kapan aku bisa kuliah seperti teman-temanku yang lainnya, kapan aku bisa bekerja, mungkinkah aku bisa sukses seperti orang-orang bila terus dirumah seperti ini, bathinku terus bergejolak, ingin sekali lanjut kuliah, tapi apa daya sepertinya keadaan orang tua tak mendukung dan juga pamanku tidak mengijinkannya.
Sambil membaca lowongan di halaman koran”POS KOTA” “aku bergumam, baiklah jika tidak ada yang akan membiayai kuliahku, aku akan mulai cari pekerjaan , aku akan biayai kuliah sendiri. Esok harinya tanpa sepengetahuan siapapun, aku nekat keluar rumah untuk mencari pekerjaan.
Tidak paham daerah jakarta , lalu aku teringat pesan sang ayah, tak perlu takut kesasar atau tidak tahu jalan, tinggal ke pulo gadung, semua kendaraan jurusan kemanapun ada disana. NEKAT, itulah yang aku lakukan, mencari pekerjaan yang sesuai demi ingin lanjutkan kuliah.
Saat itu mencari pekerjaan memang sulit di jakarta, aku coba melakoni pekerjaan menjadi sales panci dan peralatan dapur, berjalan mengelilingi jakarta ditemani oleh sales senior. Menawarkannya ke berbagai macam orang, didalam kantor, warung-warung dan rumah-rumah, juga orang-orang pinggir jalan, tak satupun alatnya waktu itu yang terjual. Aku berpikir, mana mungkin aku bisa kuliah bila pekerjaannya tak menghasilkan seperti ini.
Lalu, aku pamit pada sales senior yang menemaniku :
“Mas saya berhenti untuk bekerja seperti ini”
“Kenapa mas ?, sang sales senior bertanya”
“Aku akan mencari pekerjaan lain saja, dan aku mau pamit ya, kataku”
“Tahu jalan pulangnya, kan baru di jakarta? “
” Insya Allah tahu mas, tinggal ke pulo gadung, disana nanti kan ada banyak mobilnya untuk arah rumah pamanku”
( terbukti nasehat ayahku bahwa pulo gadung adalah titik terbaik untuk kembali).
Hari-hari berikutnya, mencari lagi pekerjaan lain, entah kenapa nasibnya hanya sebatas menjadi sales panci dan peralatan dapur saja yang di dapat, aku pun tak ingin melanjutkannya.
Kembali pulang kerumah, dan aku di marahi oleh sang paman, karena nekat pergi cari pekerjaan sendirian:
“Udah mulai besok ikut saya ke DKI ( istilah kantor pemda DKI )” pamanku mengajak”
Mendengar itu aku senang sekali, lalu mulailah aku ikut mengurus, dan belajar dari pengalaman paman-pamanku tentang ilmu dan pengetahuan tender untuk menangani proyek-proyek pemda DKI waktu itu.
Dari pengalaman-pengalaman itu aku kemudian bisa mencari uang sendiri, cita-cita ku untuk melanjutkan kuliah pun terwujud, dan membiayainya sendiri, mulai kuliah sejak 2004 hingga 2008, di salah satu kampus swasta yang lumayan bergengsi di jakarta, bahkan saat kuliah aku bisa berangkat kuliah dengan mobil sendiri, dengan tampilan hp E90 komunikator, hp tercanggih di jamannya. ALHAMDULILLAH, hingga sekarang masih dengan profesi yang sama, dan atas rahmatnya Allah telah mengangkat derajat keluargaku dan juga saudara-saudaraku yang lainnya hingga menjadi lebih baik dari sebelumnya , sehingga bisa mengenal banyak orang-orang sukses diberbagai bidang di jakarta.
Walaupun kuliah belum selesai, tapi jodoh aku telah menghampiri, tepat pada tanggal 04 November 2006 di usia 25 tahun aku mengakhiri masa lajangku, dan alhamdulillah sang istri tetap mendukung untuk tetap menyelesaikan kuliah hingga tuntas. Ayah dan ibuku beserta keluarga yang lainnyapun datang menghadiri acara pernikahanku.
Setelah selesai resepsi pernikahan, ayah dan ibu pulang kembali ke kampung halaman, namun sejak kepulangannya saat itu hingga sekarang, sang ayah tak pernah kembali lagi ke jakarta, hanya ibuku sendiri yang terkadang setiap tahun datang menengok anak dan cucunya yang sudah banyak. Sudah 13 tahun ayahku tak lagi pernah datang kembali ke jakarta.
Namun kali ini berbeda, tiba-tiba menjelang hari kelahiranku, beliau tiba-tiba datang ke rumahku, mengetuk pintu rumah, lalu memelukku sangat erat sekali, kami berdua saling melepas rasa rindu, rasa kangen yang luar biasa terlihat sangat jelas dan terpancar di wajah kami berdua. Ya Allah ayahku datang, bersyukur padaMu ya Allah akhirnya ayahku datang kembali kepadaku setelah 13 tahun lalu (Gumamku ).
“Irwan, Ince ingin melihat cucuku semuanya, tolong di kumpulkan ya, ince ingin bermain bersama mereka, ince kangen sekali sama mereka, pasti mereke sudah pada besar ya?”
“Iya ince, irwan akan kumpulkan semuanya disini, dirumah ini agar ince bisa bermain sama mereka, tapi ince janji ya harus sering-sering ke jakarta, jangah di kampung saja, biar bisa main bersama cucunya yang sudah banyak nih “
Semua cucunya akhirnya berkumpul, bermain bersama, dan inceku terlihat sangat senang.
Kini giliranku yang diberi nasehat, “Irwan anakku, dulu kita adalah orang yang sangat susah, dulu ibumu, dan ince, hanyalah seorang petani, dari menanam padi dan kacang kedele ince dan ibumu memberi makan menyekolahkan kalian, sesekali bila musim panen tiba ince berdagang hasil pertanian ke kota, ince dipercaya oleh seorang boss di kota untuk membeli hasil pertanian dari petani-petani di pelosok desa, dari pagi dan terkadang hingga larut malam ince mendatangi mereka, bahkan demi mendapatkan gabah dan kacang kedele harus mendatangi mereka di ladang serta sawah mereka, agar tidak di dahului oleh para pedagang yang lain, ince hanya mengambil keuntungan sewajarnya saja, yang penting lancar dan dipercaya itu sudah sangat luar biasa membantu kita nak, sedangkan ibumu juga tak tinggal diam nak, ibumu menjual pisang, membelinya dari kebun orang lain, lalu di jual kembali dengan untung yang tak seberapa, hampir semua kebun pisang orang-orang di kampung ibu mu datangi untuk mencari buah pisang, bila kamu sedang pergi sekolah, ibumu terkadang mengangkutnya sendirian hingga membawa pulang kerumah, namun bila kamu dan ompu sudah pulang sekolah sesekali kalian berdua membantu memanggulnya, lalu menunggu pisang matang dirumah lalu di jual ke kampung lainnya lagi. Begitulah hari-hari kita dulu nak”
Mendengar cerita itu aku hanya bisa mengangguk, menunduk malu, tak sanggup berkata apa-apa, tak terasa air mataku mengalir dengan derasnya, ya Allah Maafkan aku yang belum mampu membalas jasa orang tuaku, betapa pahitnya mereka berjuang untuk mengurus dan membesarkan serta menyekolahkan anak-anaknya .
“Ince, sekarangkan ince baru kembali ke jakarta nih, saya ingin mengajak ince, untuk pergi jalan-jalan lihat jakarta, nanti kita sambil minum kopi kita bercerita lagia ya”