#DiUtusSangAyah untuk sekolah di daerah lain.
Alhamdulillah aku dan kawan-kawan lulus SD, aku di perintahkan oleh sang ayah untuk merantau, melanjutkan sekolah jauh dari kampung halaman, aku di suruh sekolah di dompu, tepatnya di SMP 2 Monta baru kala itu, aku tinggal bersama Uwaku yang suaminya orang lombok, kebetulan menjadi pegawai di bagian TU di sekolah tersebut, aku tak lagi bersama kawan-kawan masa kecilku, tapi kini berjumpa dengan orang-orang asing yang baru dikenal, lalu masuk di kelas 1¹ ( satu-satu) bersama para juara kelas dari sekolah asal masing-masing dan aku tak mampu mendapatkan rangking kelas terbaik, hanya mampu berada di urutan ke 11 dari 40an siswanya. ( Amir Mahmud, Farhan, Rita, Jasman, Sony, Supardi , adalah beberapa nama teman yang saya ingat namanya, entah kini mereka ada dimana dan sebagai apa, ( Sangat berharap teman-teman FB asal dompu ada yang kenal orang-orang ini ).
Setahun setengah sang ayah mengutusku bersekolah di dompu, sudah sangat cukup menempa diriku untuk tidak lagi cengeng dan siap dengan kematangan sikap untuk berhadapan dengan siapapun, dan aku tidak lagi cengeng dan cepat nangis seperti dulu, Ayahku berhasil menjadikan anak yang bermental kuat.
Akupun kembali pulang kampung dan melanjutkan sekolah di kampung halaman di SMP 2 Bolo, yang jaraknya sekitar 8 hingga 10 Km, biasa kami tempuh dengan berjalan kaki atau naik benhur ( delman ), dan aku kembali berjumpa dengan banyak kawan-kawanku di masa SD dan tentunya banyak juga kawan-kawan dari desa lainnya.
Masuk SMP 2 Bolo di kelas 2D, yang siswanya mulai dari super jenius seperti sobatku Arif Munandar, Harti Suharti
bahkan ada yang tak bisa baca hingga yang jagoan seperti sobatku Kartono Tonda dan EDY Mahmud.
, Sungguh ini kelas aneh . ( kenangannya sangat banyak tak cukup halaman FB ini untuk menulis, biarlah mereka sendiri nanti bercerita). Singkat cerita kami bersama-sama menyelsaikan sekolah hingga SMA di SMA 2 Bolo ( Mada Pangga ).
Setelah selesai SMA, kawan-kawanku ada yang menikah, ada yang kuliah dan ada pula yang merantau keluar kota untuk mencari pekerjaan. Dan aku sendiri ingin melanjutkan sekolah ( Kuliah ) , tetapi keinginanku tak bisa di penuhi oleh sang ayah, keterbatasan ekonomi adalah masalah kami kala itu, orang tua berlatar belakang petani, dan sesekali berdagang hasil panen bila musimnya tiba.
Hampir enam bulan berlalu aku tak dapat kepastian akan kemana , lalu aku diajak bicara oleh sang ayah. Kami duduk berhadapan di ruang tamu yang disaksikan oleh sang ibu. Lalu beliau mulai mengarahkan dan menasehatiku :
“Irwan, sekarang kamu sudah selesai SMA, kamu sebaiknya ke jakarta, ikut dengan paman-paman mu disana, insya Allah nanti kuliah disana oleh pamanmu, dan ingat tidak boleh kemana-mana selain ke jakarta”
“Lao midi labo ama ntoi doho mu ma ore aka jakarta ka, tinggal pilih ma be lalo di ne,e mu , porona batu pu nggahi Ince anae, nee si sukses aka jakarta ku hidi na. Lao si ka jakarta ka anae tiwara dalam kamus nahu mangara na dou ma santuda lampa ro lao si aka jakarta ka, tala cowa,dua kai sampula na dou na santuda lampa si aka jakarta, yang penting wara alamat, tabe ncara kai lampa mu, lao mbali aka pulau gadung, dari pulo gadung ka ne’e lao aka sumpu dunia ma be na, saraa wara jurusan na, tinggal kamboto sodi lalo ta aka ka anae”
“Sekarang kamu dan ompu ( indra), siap-siap-siap ya kira-kira 1 atau 2 minggu lagi kalian akan berangkat jakarta. Insya Allah Ince akan menyiapkan tiket bus nya”
Menjelang 2 minggu keberangkatan ke jakarta, aku dan saudara sepupuku ompu ( INDRA ), sepakat untuk naik gunung mengambil kayu bakar sebanyak-banyaknya, agar ibu dan ayahku tidak kesulitan memenuhi kebutuhan kayu bakar untuk keperluan masak-memasaknya dirumah ketika kami kelak meninggalkannya untuk merantau ke jakarta, dalam seminggu lebih kami berdua naik gunung, kami berhasil mengumpulkan kayu bakar 1 gudang penuh, yang dapat di gunakan selama lebih kurang 6 bulan hingga 1 tahun lamanya.
Berangkatlah kami berdua ke jakarta, juga ditemani sang nenek yang di minta anaknya untuk di ajak ke jakarta pula, dengan modal tiket bus, juga beberapa lembar baju dan celana, serta sekitar 2 atau 3 karung beras untuk oleh-oleh buat keluarga di jakarta. Menikmati perjalanan yang sangat melelahkan selama 3 hari sampailah kami di jakarta, persis di pulo gadung, dan pada hari itu tanggal 25 bulan november 1998 pertama kali kami menginjakan kaki di tanah ibu kota.
Rasa bahagai dan haru bercampur aduk, aku ayunkan langkah kaki turun dari bus dengan ucapan “BISMILLAH” Bismillahi tawakaltu Alallah, la haula wala kuwwata illa billah”. Kini jakarta tanah keramat sudah ku injak. Kehidupan dan juga pencarian jati diriku yang sebenarnya baru akan dimulai di tanah keramat ini.