harianamanat.com
Jakarta,- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen Pol. Prof. Dr. H. Rycko Amelza Dahniel, M.Si. menjelaskan jika penurunan serangan disebabkan oleh adanya perubahan pola pergerakan sel teroris dan masifnya penindakan yang dilakukan Aparat Penegak Hukum.
“sel-sel terorisme berubah pola gerakannya dari yang hard jadi soft approach, di atas permukaan mereka menggunakan jubah agama, di bawah permukaan mereka melakukan gerakan ideologis secara masif dan terstruktur,” jelas Kepala BNPT RI dalam kegiatan bedah buku “Radikalisme, Terorisme dan Deradikalisasi di Indonesia” karya As SDM Polri Irjen. Pol. Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum, M.Si, M.M. dan Komisioner Kompolnas Mohammad Dawam pada hari Rabu (12/7).
Kepala BNPT RI menyebut fenomena penurunan serangan teror dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 seperti teori gunung es dimana kini kelompok penganut paham kekerasan tidak lagi secara terang-terangan menunjukkan eksistensinya melalui serangan fisik, tetapi melalui pendekatan lunak yang dibungkus dengan narasi dan simbol keagamaan.
Komjen Rycko mengatakan tidak sedikit masyarakat yang terhasut dengan narasi tersebut, bahkan secara sadar setuju untuk melakukan kekerasan atas nama agama.
Ia menegaskan bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dan intoleransi.
“Tidak ada agama satupun yang mengajarkan tentang kekerasan, yang tidak bisa menerima perbedaan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Mantan Kalemdiklat Polri tersebut mengatakan kerja sama merupakan kunci untuk memutus mata rantai radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu, seluruh unsur di negeri ini harus terlibat dalam pencegahan.
“Dalam menghadapi masalah atau fenomena sosial seperti ini kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri, multi stakeholder collaboration is a must, semua berkolaborasi,” tutup Kepala BNPT RI.(HMS)