harianamanat.com
Kota Bima-Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Kota Bima Indra Gunawan mengecam pernyataan Sekda Kota Bima H. Mukhtar Landa. Yang menyebutkan uangnya habis untuk wartawan.
Pernyataan Sekda Kota Bima itu jelas melukai profesi para Jurnalis.
Dan pernyataan itu disampaikan
saat apel gabungan, di hadapan seluruh pegawai lingkup Kota Bima.
” Pernyataan itu melukai tidak hanya wartawan di Bima saja, tetapi seluruh Indonesia, Kalaupun ada pemberian uang rokok kepada beberapa oknum wartawan, jangan menyebut wartawan secara keseluruhan,” tandasnya, Rabu 5 Oktober 2022 di Kantor PWI Kota Bima.
Ketua PWI Kota ini menjelaskan bahwa Jurnalis jelasnya, berkerja dengan landasan UU Nomor 40 Tahun 1999.
Saat bertugas wartawan harus menaati kode etik. Salah satunya, jurnalis tidak boleh menerima suap.
Jika saja uang milik Sekda Kota Bima habis diberikan kepada LSM dan wartawan, harus jelas uang itu diberikan untuk apa?.
Supaya tidak melahirkan penafsiran yang justru menciderai profesi wartawan.
Kemudian memunculkan kontroversi dan menciptakan kegaduhan.
Gunawan mengatakan, Pers itu pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Perannya jelas dan penting untuk perkembangan demokrasi.
Maka sepatutnya mendapat apresiasi yang tinggi juga dari para pemangku kepentingan.
“Bukan malah direndahkan dan dilecehkan seperti ini,” sesalnya.
Sebagai pejabat tinggi daerah sambungnya, ukuran Sekda mestinya bisa memilih dan memilah pernyataan yang perlu dan tidak disampaikan di ruang publik. Bukan bicara seenaknya.
“Jelas kami tersinggung dan terluka, kami mengecam keras pernyataan Sekda tersebut,” tandasnya.
Menindaklanjuti pernyataan Sekda tersebut tambahnya, PWI akan menggelar pertemuan dengan sejumlah organisasi pers lain untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Sementara itu Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bima Sofyan Asy Ary,SH menyesalkan pernyataan Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Bima, Drs. H Muhtar Landa, MH.
Pernyataan yang dilontarkan Sekda Kota Bima saat apel pagi,yang mengaku uangnya habis untuk dibagikan pada wartawan.
Pernyataan itu dianggap menyeret profesi Jurnalis yang dilindungi Undang Undang dan Kode Etik.
Sofiyan Asy’ari mengingatkan Sekda Kota Bima tidak menyeret profesi jurnalis dalam urusan kepentingan pribadi Sekda dengan oknum wartawan yang dimaksud.
“Jika benar Sekda memberikan uang kepada wartawan, itu bukan wartawan, tapi oknum yang memanfaatkan profesi. Karena jelas, menerima pemberian dari narasumber itu adalah pelanggaran berat kode etik profesi,” tegas Sofian.
Pernyataan Sekda yang menggambarkan rasa terbebani setiap memberikan sesuatu, dinilai Sofian sebagai kekeliruan yang disadari dan seharusnya tidak dilakukan, apalagi sampai diulangi berkali kali.
“Harus berani menolak ketika ada oknum yang mengatasnamakan wartawan meminta uang atau sesuatu. Apalagi Sekda sebagai komandan birokrasi di Kota Bima, harus punya sikap. Apalagi jika uang itu sumbernya dari kas daerah, bisa mengarah pada pidana karena tidak ada nomenklatur anggarannya,” kata Sofian.
Upaya mengingatkan ini tidak hanya kepada Sekda Kota Bima, tapi juga para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan jajarannya harus berani menyatakan sikap sama, menolak memberikan amplop kepada jurnalis.
“Meskipun Sekda atau pejabat lainnya menyatakan hanya memberikan uang rokok kepada wartawan, tetap tidak dapat dibenarkan,” tegas Pemimpin Redaksi Bima Ekspres ini.
Apalagi jelas dan tegas dalam Poin 6 Kode Etik Jurnalistik Pasal 7 ayat 2 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers, tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Belajar dari peristiwa ini, AJI sebagai salah satu organisasi kewartawanan meminta kepada semua pejabat publik, untuk menghargai profesi jurnalis dengan tidak mencederainya melalui pemberian apapun.
Sebab itu dinilai bentuk menciderai integritas dan profesionalisme jurnalis di Bima khususnya.
“Jika ada oknum mengaku wartawan melakukan pemerasan, silahkan laporkan secara hukum,” tegasnya.(Sura)