MCP Kota Bima masih diatas rata-rata

Daerah, Ekonomi, Politik186 Dilihat
banner 468x60

harianamanat.com

Mataram,- MCP atau monitoring center of prevention merupakan gagasan dari KPK.

banner 336x280

Dan di NTB, Capaian MCP tertinggi berada di Pemkot Bima yakni 95,53 persen, ujar Kepala Inspektorat NTB Ibnu Salim,M.Si.

MCP menjadi instrumen pemantauan terkait pemberantasan dan pencegahan korupsi di pemerintah daerah.

MCP terdiri dari sejumlah area pengawasan, indikator, dan sub indikator.

Ada 8 area intervensi untuk pencegahan korupsi di MCP.

Antara lain, perencanaan dan penganggaran; pengadaan barang dan jasa (PBJ); perizinan; APIP; manajemen ASN; pajak daerah; pengelolaan barang milik daerah (BMD); dan keuangan desa.

Pada tahun lalu, nilai rata-rata MCP untuk Provinsi NTB mencapai 81 persen.

Menurutnya setelah Kota Bima, disusul Pemkot Mataram 95,12 persen dan Pemprov NTB 89 persen.

Kemudian, Pemkab Lombok Barat 88,12 persen; Pemkab Bima 83,60 persen; Pemkab Sumbawa Barat 80,40 persen; Pemkab Lombok Timur 77,42 persen; Pemkab Dompu 74,34 persen; Pemkab Lombok Tengah 74,18 persen; Pemkab Lombok Utara 73,27 persen; dan Pemkab Sumbawa 62,66 persen.

Ibnu mengatakan, ada tiga daerah yang capaian MCP nya masih rendah, dan KPK melalui Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi Terintegrasi (Korsupgah) telah bertemu dengan tiga pemkab, Dompu, Sumbawa, dan Lombok Utara,terkait capaian MCP 2022 yang masih rendah.
Berkoordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan korupsi.

”Kegiatannya dikemas seperti rapat dengar pendapat, dan belum ada data terbaru untuk MCP tahun 2023,” ujarnya.

Koordinasi ini diharapkan bisa menggenjot capaian indikator MCP untuk tahun 2023 ini.

”Sudah ada komitmen dari masing-masing pemda terkait itu,” kata Ibnu.

Sementara itu, untuk capaian MCP Pemprov NTB, area intervensi dengan nilai terendah terkait perencanaan dan penganggaran APBD, yang berada pada angka 75.

Adapun yang tertinggi di area manajemen ASN, perizinan dan pengelolaan barang milik daerah, dengan masing-masing di angka 98 dan 94.

Ada empat indikator di perencanaan dan penganggaran APBD.

Dua di antaranya mendapat skor rendah, yakni standar satuan harga (SSH) dengan nilai 56 dan penganggaran APBD di angka 51.

Sementara itu, Inspektur III pada Inspektorat Jenderal Kemendagri Elfin Elyas meminta Gubernur Bupati dan Wali Kota untuk mengatensi nilai MCP yang masih rendah.

Meningkatkan indikator dalam MCP sehingga pencegahan terhadap perbuatan korupsi bisa lebih maksimal. (Jik)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *