harianamanat.com
” Indonesia adalah Paru-Parunya Dunia, namun sayang Hutan kita hancur, Laut kita kotor,” begitulah keluhan para pegiat lingkungan saat melihat kondisi alam kita belakangan ini.
Pembahasan tentang Lingkungan Hidup, sepertinya tidak akan pernah selesai karena banyak yang bisa di bahas, di diskusikan dan dicermati akan persoalan lingkungan hidup kita khususnya Bima Dana Mbojo, yakni Kabupaten juga Kota Bima.
Pada kesempatan pertemuan dengan Dr.Syaifuddin, Dr.Firmansyah, H.Abudullah SH.MH. Ir.H.Sutarman, H.Rasyid Harman, Dedi Mawardi Umar, Rangga Babuju, Syaifullah, Khaeruddin M.Ali, beberapa waktu lalu, membahas isu lingkungan khususnya sampah dan limbah di Teluk Bima, semua mengerutkan kening sembari geleng-geleng kepala, mendengar uraian para Doktor dan juga praktisi lingkungan itu.
Pada kesempatan lain saat saya menghadiri sosialisasi soal Bagaimana mengurai Sampah Plastik juga Pertemuan Pulau Sumbawa Green Award oleh CSR School La Tofi.
Kami disuguhkan slide gambar-gambar yang mengerikan tentang rusaknya lingkungan hidup, baik di negeri kita juga dibelahan dunia.
berbagai rupa wajah lingkungan disorot mulai dari sungai yang tercemar oleh limbah yang menyebabkan berbagai penyakit dan membahayakan kehidupan manusia dan binatang, hingga rusaknya ribuan terumbu karang.
Kerusakan hutan yang paling parah semua itu terjadi karena penebangan yang semena-mena, dengan cara membakar, sehingga sulit diatasi.
Akibat dari semua itu segalanya jadi berpengaruh pada perubahan iklim global yang kini berlangsung.
Hutan, Daratan kita semuanya menunjukkan tanda-tanda gundul, dan ini adalah tanda bahaya bagi kehidupan manusia.
Kita menyaksikan dari atas, hutan dan daratan kita sudah tidak hijau lagi, air sungai berubah menjadi coklat, semua ini gara-gara ulah kita semua.
Tanpa berkedip kami mendengarkan uraian tersebut, dengan pikiran yang tentu waduh sungguh miris, berarti sekarang dalam keadaan terancam karena akibat dari telah rusaknya lingkungan hidup kita, yang katanya akibat ulah manusia atau kita sendiri.
Bayangkan dari hasil uraian itu, kita mendengarkan dampak dari rusaknya lingkungan, berbagai penyakit baru muncul, karena udara yang di hirup sehari-hari tidak lagi sehat, pernapasan terganggu dan kerusakan lingkungan memicu berbagai jenis penyakit.
Bahkan sampah rumah tangga kita itu konon mengandung Limbah Bio3.
Sehingga akibat dari rusaknya lingkungan, yang disebabkan rusaknya hutan dan sampah plastik, juga berakibat pada makanan yang kita makan dan minum.
Dan kata para ahli itu, yang kita makan dan minum sekarang ini juga sudah tidak bebas dari pencemaran yang pada gilirannya akan membawa penyakit.
Dan semua ini membuat kita tidak punya pilihan lagi, harus siap menyambut malapetaka.
Singkatnya berbagai penyebab kerusakan lingkungan dijelaskan, dan jika bisa disimpulkan, maka kehidupan kita saat ini dalam bahaya.
Kehidupan diambang kehancuran, persis seperti yang diviralkan medsos selama ini tentang tanda-tanda akhir zaman.
Dan akhirnya saya pribadi berpikir, daerah saya saat ini hutannya sudah gundul, Teluknya kotor dan mengalami pendangkalan.
Setiap musim kemarau warga mengeluhkan kekeringan, dan di musim penghujan dikabarkan banjir melanda.
Namun jika boleh mengambil pembanding, misalnya dengan negara-negara Arab yang konon tidak memiliki hutan hanya Padang pasir, apakah mereka tidak mengalami hal yang seperti saya dengar dari hasil diskusi, webinar, workshop itu.
Dan seperti yang kita lihat bersama, negara Arab dan Timur Tengah itu makmur walaupun hidup ditengah gurun pasir, rakyatnya tidak pernah marah walaupun hidup dipasang tandus, kekayaannya hanya minyak.
Sedangkan kita……..????
Tapi sudahlah saat ini yang penting adalah bagaimana Hutan kita kembali lestari, hasil hutan kita yang di jarah, dan diselundupkan, tidak lagi terjadi, sehingga kemanfaatan hutan bisa kita kembali fungsikan.
Ada baiknya kita sama-sama introspeksi mengambil hikmah dari bencana-bencana yang sering datang menimpa.
Kita tidak bisa membiarkan pemerintah sendiri yang berpikir akan soal kerusakan lingkungan ini.
Karena hal yang percuma jika hanya pemerintah saja yang berpikir, bekerja dan menggelontorkan anggaran, sementara rakyat tidak peduli.
Jadi sebaiknya mari bersama-sama bahu membahu, gotong royong antara pemerintah dan kita masyarakat, untuk menjaga Kelestarian alam kita, memelihara lingkungan sekitar kita, sampah tidak dibiarkan hanya menunggu petugas pemerintah, gunung jangan dibuat gundul agar tidak banjir dan tidak kekeringan mata air kita.
Dan saya juga yakin kita semua paham dan sadar akan akibat dari semua ini.semoga kita bisa memulai bersama-sama untuk merawat dan menjaga Lingkungan Alam kita.
Apalah arti kekayaan dan jerih payah kita, jika akhirnya kita tidak bisa menghirup udara segar, makan dan minum dari hasil alam yang sehat.
Dan juga jika negeri kita ini jadi Paru-parunya Dunia, semestinya negara lain ikut merawat paru-paru dunia ini. minimal membantu membayar royalti akan udara yang disuguhkan alam negeri kita, yang dimana kelapanya mampu melambaikan kedamaian.(Sri Miranti)
Foto oleh BHIMO.