Harianamanat.com,- Perempuan-Perempuan perkasa
yang membawa bakul di pagi buta
Siapakah mereka….
Mereka ialah ibu-ibu berhati baja.
Perempuan-perempuan perkasa….
Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun kekota….
Mereka ; cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa….( Toto Sudarto Bachtiar )
Adalah Rohana ( 58 ) namanya, ia merupakan warga Kabupaten Bima RT 14 Desa Raba Kecamatan Wawo penjual Singkong dipinggir Jalan Desa Raba Wawo.
Ia merupakan Ibu dari 3 orang anak, dimana ketiganya masih mengenyam dunia pendidikan.
Putra petamanya Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram jurusan Sosial Politik saat ini tengah KKN. anak keduanya seorang putri mengambil jurusan PGSD di kampus yang sama, sedangkan putra bungsunya tengah sekolah di SMAN I Wawo.
Tepatnya empat tahun yang silam suaminya meninggal dunia.
Sejak saat itu Ia menjadi Orang tua tunggal bagi ketiga orang anaknya. Rohana setiap subuh membeli ketela singkong untuk dijualnya kembali. Terkadang Ia pun berjualan sayur hasil tanaman dihalaman rumahnya.
Seperti pagi ini jumat 7 agustus 2020, dagangan Rohana tidak hanya batangan ketela singkong, ada juga Labu, Pepaya, Jambu Mette, Jeruk Gunung ( Dungga Roa ) dan Jambu Biji.
Ia mengisahkan bahwa singkong yang ia jual merupakan hasil pembeliah dari para petani singkong. Kadang sehari dia membeli satu hingga dua karung singkong, Untuk satu ikat singkong berisi 10 batang ia hargakan Rp. 20.000/Ikat.
Rohana bercerita dalam kesehariannya kadang singkongnya laku pesat dan terkadang tidak terjual sama sekali. Untuk menanggulangi singkong yang tidak terjual. Ia dan putra putrinya berinisiatif untuk membuat olahan dari singkong.
Rohana tidak pernah mengeluh untuk terus bertahan hidup, meskipun peghasilannya yang tak menentu dari berdagang singkong, tetapi dirinya selalu keras hati agar putra putrinya melanjutkan pendidikannya. “ cukup saya saja yang tidak pernah sekolah. Anak-anak saya harus menjadi Pemimpin yang berhasil. “ujarnya.
Rohana berkisah, bahwa terkadang penghasilannya dari menjual singkong batangan tidak seberapa, tetapi baginya untung sedikit dan berkelanjutan itu sudah lebih dari cukup.
“sejak ada wabah corona, sepi pembeli…dulu asal melihat jambu, jeruk apalagi singkong baru panen, banyak pembeli yang mampir…sekarang ini laku dua-tiga ikat saja itu Alhamdulillah,” kisahnya.
Rohana dan teman-teman sesama pedagang singkong menetapkan standard harga untuk dagangan mereka yakni Rp. 20 rb/ ikat batang ketela singkong.
Penetapan standard harga itu dimusyawarahkan oleh mereka yang berjualan di tepi jalanan, agar tidak tercipta kecemburuan dan perkelahian antar sesama pedagang, “ dulu disini sering ribut soal harga yang tidak sama, akhirnya kami sepakat harga dan jumlah batang singkongnya sama dan harganyapun sama.”
Perempuan Asli Raba Wawo ini, berkisah bahwa untuk mencukupi biaya pendidikan putra –putrinya, ia terkadang berjualan kue keliling. Dan jika putra putrinya liburan kuliah, maka ia dibantu putra –putrinya.
Jika liburan putra sulungnya yang menggantikannya berjualan singkong, sedangkan Rohana dengan Putrinya membuat kue olahan panganan dari singkong, mulai dari kue Ponte Bojo, getuk, Palu mara Bojo hingga kripik singkong. kue-kue hasil buatannya itu dijual keliling Wawo. Terkadang di sekolah-sekolah maupun di kampung, “ alhamdulillah, anak-anak berinisiatif membantu saya berjualan keliling.”
Bagi Rohana berjualan singkong itu saat musim kemarau atau musim singkong, sementara saat musim hujan dirinya berjualan mangga, nangka, ubi, atau berjualan kue mangkok di sekolah tepatnya di SDN 3 Wawo di desa maria . “ langganan kue mangkok yang saya buat itu adalah guru-guru dan siswa SDN 3, jadi saya naik ojek dari Raba ke Maria untuk berjualan ke SDN 3, dan itu sudah langganan.”
Rohana bercerita bahwa banyak orang yang menawarinya untuk membuka warung dirumahnya, tetapi dirinya menolak, karena rumahnya ada didalam gang. Dan ia juga tidak mau dibebani hutang karena khawatir tidak mampu menyicilnya kembali. “ walaupun kecil-kecilan tetapi saya tidak punya beban,” ujarnya.
Rohana perempuan parobaya pekerja keras dan berwajah manis ini bercita-cita bahwa Putra Sulungnya kelak bisa menjadi Pemimpin. Doa-doanya untuk anak-anaknya, tangan dan jemarinya tetap bergerak memarut singkong yang tidak laku dua hari lalu itu untuk dijadikan panganan Ponte Bojo, sesekali melayani pembeli ketela singkongnya. (Sri Miranti )