harianamanat
Mataram,- Guru Besar dan Pakar Komunikasi UIN Mataram Prof. Dr. H. Kadri, M.Si, menekankan bahwa kemerdekaan harus diukur dari sejauh mana rakyat merasakan kenyamanan dan kesejahteraan dalam hidupnya.
“Kita memang sudah merdeka, tapi apakah rakyat sudah merasakan kemerdekaan itu? NTB masih dihadapkan pada tantangan besar seperti angka kemiskinan yang masih berada di atas 11 persen,” ungkapnya saat Bincang Kamisan, 7 Agustus 2025 lalu.
Dirinya menjelaskan pula, pada sisi lain NTB masih memiliki PR yaitu angka pengangguran sebanyak 2,73%. Potensi daerah yang dimiliki harus memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi rakyat.
“Butuh kekompakan antara pemimpin dan rakyat. Dengan semangat kebersamaan,” imbuhnya.

Prof. Kadri menyarankan, agar Pemerintah NTB mengedepankan semangat akomodatif dan komunikatif dalam menjalankan program-program strategis. Dirinya mengapresiasi gaya komunikasi kepemimpinan Gubernur NTB dan Wakil Gubernur NTB yang dinilai bersetara dengan rakyat.
“Saya melihat gubernur dan wagub beberapa kali tampil ala rakyat. Berkunjung ke suatu daerah, tanpa protokoler mencolok, kulineran merakyat, style birokratik yang bersetara itu, sebagai upaya hadir membangun komunikasi yang setara antara pemerintah dengan rakyat. ”
Lebih jauh, dirinya menyinggung fenomena one peace sebagai cerminan perkembangan komunikasi zaman digital.
Nasionalisme tetap harus dijaga, salah satunya dengan meneguhkan nilai-nilai Trisakti Bung Karno: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.
Sementara itu Pengurus Pepabri NTB, Mayor (Purn) I.Nyoman Dirga,SH.MH.mengingatkan bahwa kemerdekaan adalah hasil perjuangan bukan hadiah.
“Jangan ragukan semangat kebangsaan dan kerakyatan.itu adalah ruh perjuangan para pendahulu kita,” tutur Dosen Universitas 45 Mataram ini.
Dirinya mengajak untuk penerapan nilai Tri Hita Karana, yakni menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Dirinya mencontohkan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan mata air sebagai bentuk penghormatan terhadap alam yang dahulu menjadi basis perjuangan fisik para pejuang.
Purnawirawan Angkatan Darat dari Kodim 1606 Lombok Barat itu menekankan pentingnya pelestarian budaya lokal sebagai benteng dari arus budaya asing. Dalam konteks kebebasan berpendapat, ia menegaskan bahwa nasionalisme dan semangat merah putih harus tetap lebih tinggi dari segalanya.
“Perlunya kita membentengi budaya Indonesia dengan melestarikan kearifan lokal dari budaya asing yang harus difilter”.tutupnya.(Dis)