harian amanat.com
Banyak yang bertanya tentang kerusakan alam yang masif terjadi disemua wilayah dataran tinggi kota bima. Kerusakannya udah mendatangkan mara bahaya yang sangat besar, mulai dari kekeringan, polusi udara akibat indeksi kimia pertanian jagung, perubahan suhu yang semakin panas, bencana banjir hingga hilangnya sumber ekonomi unggulan warisan kearifan para pendahulu.
Kerusakan tersebut diawali atau erat kaitannya dengan memudarnya sumber ekonomi di dataran tinggi. Sumber ekonomi didataran tinggi itu ada dua yaitu peternakan dan perkebunan tanaman tahunan. Hilangnya dua sumber ekonomi tersebutlah menjadi pemicu pengalihan fungsi lahan dataran tinggi untuk sumber ekonomi baru seperti tanaman semusim (jagung).
Sejatinya para pengolah lahan dataran tinggi hanya tau berkebun dan beternak, praktis tidak memiliki sejarah menjadi petani tanaman semusim seperti jagung. Tetapi pilihan itu menjadi pilihan ditengah tidak ada pilihan lain yang tersedia, meski para petani didataran tinggi sangat menyadari bagaimana efek dari pilihan tersebut, bahkan secara ekonomi pun tidak juga mampu memberikan kesejahteraan bila dibandingkan ketika mereka menjadi peternak sekaligus memiliki perkebunan tahunan.
Kemunduran pada sektor peternakan dan perkebunan memang sudah berlangsung cukup lama, bahkan dua sektor ini menjadi sektor yang paling dimarginalkan oleh pemerintah kota bima selama ini. Padahal dalam catatan sejarah keemasan bima, merupakan daerah pengekspor peternakan dan hasil perkebunan keberbagai daerah hingga mancanegara.
Mengembalikan kelestarian alam dan perbaikan ekologi di dataran tinggi hanya bisa dilakukan, jika pemerintah mau focus untuk menetapkan kembali kawasan dataran tinggi sebagai kawasan peternakan dan perkebunan tanaman tahunan, sebagaimana yang menjadi kearifan adiluhung para pendahulu bima.
Kemudian pada sektor hilir, pemerintah semestinya mengoptimalkan industri pengolahan baik hasil ternak maupun hasil perkebunan untuk memberikan lindung nilai sekaligus memberikan nilai tambah pada dua produk tersebut.
Sekaligus membuka lapangan kerja yang sangat besar jika sektor peternakan dan perkebunan di tata dari hulu hingga hilirnya. Secara sosiologis masyarakat Bima memang sejak dulu menjadikan sektor peternakan sebagai investasi dalam managemen ekonominya.
Tidak heran jika dulu praktis semua kebutuhan besar, mulai dari biaya sekolah, biaya bangun rumah, biaya membeli berbagai kebutuhan hingga biaya haji, itu semua dibiayai dari hasil penjualan ternak.
Kesimpulannya mengembalikan kearifan kebudayaan adiluhung di dataran tinggi adalah solusi yang relevan dengan kondisi Kota Bima sekarang ini. Karena sektor peternakan dan perkebunan juga menjadi substitusi bagi perbaikan alam sekaligus mengembalikan kesejahteraan warga yang semakin hari menuju pada kebangrutan. ( Darussalam )