Radikalisasi di Sosmed Harus Dilawan Bersama

harianamanat.com

Jember – Proses radikalisasi yang menyasar seluruh elemen masyarakat menjadi fenomena yang mudah dijumpai di jagat sosial media hari ini. Fenomena tersebut menandakan masifnya kampanye radikalisasi oleh kelompok radikal intoleran yang harus dilawan bersama oleh seluruh elemen masyarakat sipil.

Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Timur (Jatim), Gus Syafiq Syauqi menyatakan masalah isu radikalisme dan intoleransi yang terjadi di dunia sosmed harus disikapi bersama. Pasalnya jumlah masyarakat yang ada di sosmed atau netizen ini sangat besar.

“Terkait perbedaan yang harus disikapi dengan harmoni, ini menjadi hal yang tidak mudah. Tentu masalah isu-isu radikalisasi intoleransi ini tidak boleh hanya minoritas yang memikirkan, tidak boleh hanya mayoritas yang harus melindungi tapi ini harus sama sama,” kata Gus Syafiq dalam Dialog Kebangsaan sekaligus peresmian Warung NKRI di Jember, Minggu (26/2).

Dia menilai kehadiran sosmed ini telah menciptakan tatanan masyarakat baru dengan karakter tersendiri yang berbeda. Sosmed memiliki buzzer dan influencer yang memiliki pengaruh terhadap penggunanya. Influencer biasanya cenderung lebih sering menggaungkan sentimen positif, sedangkan buzzer menurutnya lebih sering menabur sentimen negatif dengan mengulang-ulang narasi tertentu sehingga publik dipaksa menerima narasi tersebut sebagai sebuah kebenaran.

“Buzzer ini selalu mengulang-ulang hal yang negatif biasanya. Diulang-ulang terus supaya diterima masyarakat dan menjadi kebenaran. Masyarakat terpaksa menerima itu sebagai kebenaran karena diulang-ulang terus,” katanya

Untuk merespon fenomena tersebut, GP Ansor bergerak memberikan pelatihan keterampilan siber terutama bagi generasi muda. Kecakapan-kecakapan seperti membuat konten berita, desain, hingga analisis sosmed diajarkan kepada anak-anak muda. Namun menurutnya hal tersebut masih perlu didorong termasuk dengan keterlibatan seluruh elemen masyarakat yang lebih luas.

“Kami menyadari kelemahan kami. Di dunia nyata jumlahnya banyak, tapi di medsos kalah. Kami menyimpulkan bahwa mau tidak mau kami harus hadir di media sosial.”

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia (RI) menyadari pentingnya peran sosmed ini sebagai sarana kontranarasi ideologi radikal dan intoleran yang menjadi benih-benih aksi terorisme. BNPT sebagai leading sector penanggulangan masalah terorisme di Tanah Air sudah memanfaatkan sarana sosmed ini untuk mendistribusikan konten-konten multimedia bermuatan kontranarasi, termasuk berkaitan dengan wawasan kebangsaan, edukasi nasionalisme dan Pancasila, serta ajakan-ajakan untuk menebar benih toleransi dan persatuan bagi seluruh elemen bangsa.

Kepala BNPT Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H. mengatakan bahwa arus informasi yang terdapat di sosmed hari ini menyediakan tantangan besar bagi upaya penanggulangan terorisme. Banyak hoaks dan narasi-narasi kebencian yang disebar. Sosial media juga dipenuhi konten-konten praktik terorisme seperti merakit bom yang sangat membahayakan bagi publik.

“Sosial media hari ini sudah menjadi salah satu pilar dalam demokrasi. Jadi kadang juga diisi dengan narasi-narasi negatif yang bertentangan dengan kepribadian bangsa kita,” kata Boy Rafli.

Boy Rafli mengajak semua pihak untuk terlibat aktif dalam memperkuat narasi keharmonisan di sosial media. Hal tersebut harus dilakukan sebagai upaya untuk mencegah generasi muda Indonesia agar tidak terjerembab lebih dalam kepada lubang hitam rayuan kelompok radikal.

“Kita tidak bisa menjaga anak bangsa ini satu-satu, dijaga oleh tentara, oleh polisi agar tidak tidak terpengaruh apa-apa, tapi jiwanya yang kita kuatkan. Alam pikirannya kita sehatkan, pengetahuannya kita sehatkan, kesadarannya kita tumbuhkan. Kalau tidak seperti itu, kita akan menjadi bangsa yang lemah gampang terpengaruh,” kata dia.(HMS)