Wisata Seni Budaya Sokasari Bima

Headline, Pariwisata15 Dilihat
banner 468x60

harianamanat.com

Bima,- Halo hai apa Khabar Sahabat harian amanat.

banner 336x280

Sudah punya agenda untuk mengisi liburannya.

Pasti sudah yah.
Nah, kalo begitu harianamanat.com akan berbagi cerita mengenai Seni Budaya Bima.

Seperti yang kita ketahui bersama, Bima berada di wilayah morfologi perbukitan dan pegunungan.

Dan Bima memiliki 2 Gunung Berapi.
Gunung Tambora dan Gunung Sangiang.

Dahulu Bima merupakan Wilayah Pemerintahan yang bercirikan Kerajaan.

Salah satu Kerajaan Kuno yang ada di Nusantara ini.

Dalam kehidupan pemerintahannya ada Peralihan Sistim, dari Zaman Kerajaan (Zaman Naka) menjadi Zaman Kesultanan.

Kesultanan Bima mulai menyiarkan Agama Islam dan Peradabannya melalui Seni.

Sultan Bima ke-2 Sultan Abdul Chair Sirajuddin, yang memerintah tahun 1640-1682 menciptakan Seni Tari.

Hal itu terinspirasi untuk menghibur para Laskar Tentara Kesultanan, sekaligus sebagai bahasa komunikasi dengan masyarakat.

Sultan Abdul Chaer mulai memperagakan gerakan- gerakan Tentara Perang Kesultanan menjadi sebuah Tarian yang di beri nama Soka.

Dan pada Zaman Kesultanan Abdul Chaer Sirajudin inilah Pasukan Perang di pakaikan Seragam, berwarna
Merah dan di latih menjadi pasukan Khusus Kesultanan Bima.

Pasukan Khusus inilah yang kemudian sekaligus menjadi Penari Sokasari.

Sebagai Pasukan Khusus, Pasukan Perang Sokasari tidak terendus oleh Lawan.

Orang hanya berpikir mereka adalah Hulubalang yang tengah berlatih Seni Tari untuk menghibur Rakyat.

Padahal sesungguhnya mereka adalah pasukan mata-mata Kesultanan Bima.

Di setiap acara jamuan Pasukan Sokasari wajib tampil.

Dengan berpasang-pasangan mereka menari mengelilingi para tamu.

Sedangkan para penabuh sudah mempersiapkan diri dengan Tabuhan yang iramanya magis.

Dan konon, mereka bisa meniup serunai seruling daun lontar (Silu Ta a)hingga membuat orang tertidur tidak sadarkan diri.

Para Pasukan Penari Sokasari merupakan orang pilihan dan kepercayaan akan kesetiaannya Kepada Sultan.

Konon, Pernah suatu waktu, saat Belanda ingin menguasai Bima melalui Perjanjian kerjasama, sedang Sultan Abdul Chaer menolak bentuk perjanjian yang akan merugikan rakyat Bima tersebut.

Disaat Sikap Utusan Kerajaan Belanda emosi, Penari Sokasari dengan lincah memberi aba-aba kepada Penabuh dan peniup Silu Ta ‘a.

Dan ditiupkanlah Silu dalam irama yang berbeda hingga utusan Belanda tertidur tidak sadarkan diri.
Kemudian dipapah keluar dari istana.

Sejak saat itulah Tarian Soka hanya dimainkan oleh para laskar tentara istana.
dan hanya oleh Keluarga Pasukan Kepercayaan Sultan yang berasal dari Desa Sari Sape.

Hingga hari ini para penari Soka berasal dari Desa Sari Kecamatan Sape.Karena nenek moyang mereka lah Prajurit Tentara Kesultanan yang menarikan tarian Soka pada saat itu.

Pemerintahan Kesultanan Bima, banyak kemiripannya dengan Kesultanan Usmani Turki.

Sehingga tarian Soka ini banyak dipengaruhi oleh seni perang ala pasukan Janissari, kesultanan Usmani Turki.

Kostum para penari adalah warna merah dan kuning yang melambangkan kegagahan dan kesatriaan.

Senjata tombak selalu di depan, sebagai ciri dari kesatria yang jujur,setia dan pemberani dalam memperjuangkan agama bangsa dan negaranya.

Alat musik pengiring tarian ini adalah Genda (gendang), Sarone (serunai dari daun lontar), Katongga, Gong, dan Tawataw.

Penulis/Editor : Sri Miranti.

Foto /Vidio : Bhimo – Sri

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *