harianamanat.com
Kab Bima,- Wisata berbasis heritage, wisata berbasis pusaka, wisata berbasis sejarah menjadi salah satu tema pariwisata yang banyak diminati saat ini.
Wisata Sejarah banyak diminati para wisatawan sejak era pandemi.karrna wisata sejarah memiliki daya tarik yang kuat.
Wisata sejarah akan memberi manfaat yang luar biasa jika dikemas dan dilengkapi kearifan lokal.
Salah satu cara Dinas Pariwisata Kabupaten Bima adalah mengemasnya dalam sebuah event.
Seperti halnya saat Prosesi Suna Ro Ndoso Pangeran Muhammad Putera Pratama Bin Sultan H. Ferry Zulkarnain, yang di gelar Sabtu 1 Oktober 2022 lalu.
Acara Suna Ro Ndoso itu di gelar selama tujuh hari tujuh malam itu, puncaknya pada saat Compo Sampari atau penyematan keris.
Compo Sampari merupakan salah satu Budaya masyarakat suku Mbojo di Kabupaten Bima, Kota Bima,Nusa Tenggara Barat.
Compo Sampari diperuntukkan bagi anak laki-laki yang akan dikhitan.
Apabila anak laki-laki suku Mbojo sudah dikhitan maka tidak lama lagi akan memasuki usia remaja dan akan diberlakukan aturan atau norma yang berlaku di masyarakat sesuai syariat Islam.
Oleh masyarakat suku Mbojo, compo sampari merupakan kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun sebagai simbol untuk mengajarkan nilai-nilai ksatria pada anak bahwa laki-laki harus kuat.
Memakai keris bagi kaum laki-laki suku Mbojo pada saat menjelang khitan atau sunat yakni dalam rangka menanamkan prilaku yang mencerminkan keperkasaan, keuletan dan keberanian.
Keris merupakan lambang harga diri bagi masyarakat Bima yang digunakan dalam aktivitas keseharian secara positif untuk menunjang segala pekerjaan.
Prosesi Compo Sampari dilakukan oleh tokoh adat, pejabat pemerintahan, dan atau orang tua agar dapat diteladani kelak menjadi seorang kstaria yang harus berani menantang segala cobaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dalam kehidupan bermasyarakat.
Melakukan ritual Compo Sampari diawali dengan dzikir dan doa kemudian keris diarahkan mengelilingi tubuh anak yang dikhitan sebanyak tiga kali, atau tujuh kali, sambil bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw, lalu keris disematkan pada pinggang bagian kiri anak. Proses penyematan keris dilakukan dengan cara berdiri dan saling berhadapan antara anak yang dikhitan dengan orang yang akan menyematkan keris. Usai menyematkan keris ditutup dengan shalawat Nabi dan “Maka”, yakni gerakan hentakan kaki ke bumi sambil mengacungkan keris.
Upacara Compo Sampari untuk Pangeran Tama yang di Gelar di Pelataran Asi Mbojo itu
Merupakan prosesi akhir dari Suna Ro Ndoso.
Dua hari sebelumnya tepatnya Malam Jumat di gelar Kapanca dan Pembacaan Barzanji.
Prosesi Compo Sampari Kepada Pangeran Tama dilakukan oleh Tamu Kehormatan Yang Mulya Ketua Mahkamah Konstitusi Prof.Anwar Usman, dengan cara berdiri dan saling berhadapan antara pangeran Tama yang dikhitan dengan YM.Ketua MK yang akan menyematkan keris.
Setelah memutar Keris diatas Kepala Pangeran Tama, Kering tersebut di sematkan ke pinggang Pangeran.
Usai menyematkan keris acara ditutup dengan salawat Nabi dan “Maka”, yakni gerakan hentakan kaki ke bumi sambil mengacungkan keris.
Upacara Compo sampari dilakukan oleh Ketua MK Kepada Pangeran Muhammad Putra Pratama.
Walikota Bima HM.Lutfi,SE Kepada Athala Zulkarnain, dan Putera Muhammad Ferdiansyah Fajar Islam ST kepada Naufal Haedar.
Usai Compo Sampari Pangeran Pratama dibawa ke ruang khitan.
Disana Pangeran Pratama duduk diatas Tilam yang di lapisi tujuh lembar sarung, beberapa sesajian seperti kelapa kuning, Karaba fare, oha Mina, kue 7 rupa, kembang 7 rupa, dan Air Zam-Zam, menanti pelaksanaan khitan.
Acara Suna Ro Ndoso ditutup dengan Gambus dari bangsawan Melayu (suku Arab) yang ada di Bima.(Sura)