harianamanat.com
World Soccer Shocker…
Akhir pekan kemarin, kita dibuat kaget dan tercengang, menyaksikan berita medsos dan televisi. Sebanyak 172 suporter meregang nyawa beberapa saat usai laga Arema Vs Persebaya. Ini menjadi perhatian nasional bahkan internasional karena menjadi record tragedi terbesar dunia sepakbola setelah kejadian lebih dari 50 tahun lalu di Peru yg menelan korban lebih dari 300 orang.
Ya… tragedi di stadion Kanjuruhan Malang Selatan jauh lebih besar dibanding tragedi di stadion Hillsborough – Sheffield – Inggris yg menelan korban 96 orang yang mengguncang sepakbola dunia. Ya…. Tragedi di Kanjuruhan Malang salah satu “World Soccer Shocker”.
Harapan….
Saat ini investigasi sedang dilakukan, berharap hasilnya dapat mengungkap semua bobrok persepakbolaan Indonesia, sehingga ini bisa menjadi momentum perbaikan menyeluruh sepakbola kita yang prestasi regional dan internasionalnya terus mundur dari masa ke masa. Entah apa yang salah dengan sepakbola kita, segala resep sudah pernah dicoba, ganti koki juga pernah dicoba, bahkan pindah dapurpun pernah dicoba, hasilnya….?, kita saksikan sendiri, dikancah regional saja lebih banyak rapor merahnya dibanding prestasi baik. Apalagi dilevel internasional, rasanya kita bangsa Indonesia berharap bagai pungguk merindukan bulan.
Lepas dari masalah persepakbolaan, tragedi di Kanjuruhan malang menghadirkan berbagai dimensi, tentu dimensi utamanya adalah olahraga, kemudian dimensi manajemen penyelanggaran, dimensi bisnis, dimensi keamanan dan keselamatan, dan banyak dimensi lainnya, bahkan ajang sepakbola jadi gacoan politik. Semoga sebagian besar dari dimensi ini dapat dieksplor oleh tim investigator sehingga bisa menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi komprehensif untuk prestasi sepakbola Indonesia yang “mau” kita banggakan.
Hikmah…..
Tulisan singkat ini ingin sedikit menyinggung dimensi keamanan dan kesehatan, khususnya menyangkut kesehatan. Karena apa yang kita perhatikan dari sekian banyak berita, hal ini tidak diungkapkan oleh para pen-siar berita. Mungkin dianggap tidak penting untuk diberitakan, tetapi menurut saya sangat penting, yaitu masalah PENGETAHUAN DASAR teknik pertolongan pertama pada kondisi henti napas atau henti jantung.
Tragedy di Sadion Kanjuruhan malang terjadi karena berdesakan di pintu keluar yg terbatas dengan jumlah orang yang sangat banyak, yang menyebabkan kekurangan oksigen. Mungkin ada sebagian yang meninggal karena terinjak atau sebab cedera fisik lain, tetapi faktor utamanya adalah kekurangan oksigen.
Sepertinya mungkin sangat sedikit sekali dari kita yang memahami dan pernah mempraktekkan teknik pemberian napas buatan. Apalagi para penonton dalam jumlah puluhan ribu, mungkin persentase pemahaman teknik pernapasan buatan lebih kecil lagi.
Dan tidak satupun gambar dan video yang berseliweran di medsos yang memperlihatkan orang memberikan napas buatan kepada korban pingsan atau sekarat dalam tragedi ini.
Dan anehnya…. Masih terlihat ada pasien yang digotong masih mengenakan masker yang jelas akan semakin kesulitan menerima asupan oksigen.
Dalam tulisan singkat ini, saya tidak ingin mengajarkan teknik itu, karena sayapun belum paham dan belum pernah mempraktekkannya teknik itu.
Adalah tanggungjawab pemerintah untuk mengajarkan dan mensosialisasikan hal tersebut karena negeri kita rawan dengan bencana dan tragedi.
Sembari menunggu langkah nyata dari pemerintah untuk menguatkan pemahaman teknik dasar pernapasan buatan, mari coba kita googling atau youtubing supaya kita tidak lalai saat dibutuhkan.
Wallahu a’lam….
DF 03102022