BNPT dan Unbraw Sepakati Beberapa Mata Kuliah Wajib

harian amanat.com

MALANG, – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendukung transformasi wawasan kebangsaan di perguruan tinggi melalui Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) yang diperkuat dengan penyampaian nilai Pancasila, akar kebudayaan bangsa, moderasi beragama, dan wawasan kebangsaan.

Menurut Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., proses perkuliahan di perguruan tinggi tidak hanya sekadar meningkatkan kemampuan intelektual saja tetapi juga jiwa nasionalisme anak didik. Sebagai universitas kelas dunia, Universitas Brawijaya harus mencetak generasi penerus yang cinta tanah air dan tangguh menghadapi gempuran ideologi transnasional yang bertentangan dengan nilai konsensus negeri ini.

“Ilmu pengetahuan itu perlu diiringi dengan semangat nasionalisme yang tidak boleh diabaikan begitu saja,” ucap Kepala BNPT saat memberikan materi untuk dosen pengampu MKWK di Universitas Brawijaya, Malang, Kamis (18/7).

Sebagai langkah konkrit pencegahan radikalisme dan terorisme di lingkungan kampus, dalam kunjungan ini, BNPT dan Universitas Brawijaya juga menyepakati Perjanjian Kerja Sama tentang Pencegahan Paham Radikal dan Intoleransi. PKS ini ditandatangani oleh Sekretaris Utama BNPT, Mayjen TNI Dedi Sambowo, S.IP., dan Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc.

Mewakili Rektor, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Internasionalisasi, Prof. Dr. Ir. Moch. Sasmito Djati, M.S., mengatakan tantangan generasi muda di masa yang akan datang tidaklah sederhana. Kerja sama dengan BNPT menjadi langkah yang strategis dalam menyiapkan anak didik Universitas Brawijaya untuk membangun Indonesia.

“Tantangan ke depan tidak sederhana, tidak hanya terjadi perang fisik tetapi juga ideologis. Potensi ini sangat penting untuk kita ketahui karena ini tanggung jawab bersama membangun negeri ini untuk mencapai negara yang adil dan makmur,” kata Sasmito.

Penguatan wawasan kebangsaan menjadi penting bagi generasi muda saat ini dan generasi muda yang akan datang mengingat Indonesia akan mendapatkan bonus demografi dan tantangan sebelum menuju Indonesia emas pada saat genap berumur 100 tahun pada 2045. Salah satu tantangan yang perlu dihadapi adalah paparan dan internalisasi paham intoleran dan radikalisme yang menyasar anak-anak muda. Oleh sebab itu perlu kesadaran seluruh pihak dalam menangkal paham transnasional dengan bergandengantangan diantaranya masyarakat, akademisi dengan pemerintah.(HMS)