Harian amanat,
Kesultanan Bima mendapatkan Penghargaan dari Pemerintah Pusat melalui Kementrian Lingkungan Hidup atas Kepedulian Kesultanan Bima dalam melindungi satwa Komodo, di Kupang NTT Selasa 23 November 2021.
Undangan atas Penghargaan tersebut ditujukan kepada Ahli Waris Kesultanan Bima yang diwakili oleh Hj. Puteri Ferra Amelia,SE.MM dan Puteri Fenny Madinah,SE.M.Si.
Kepedulian Kesultanan Bima untuk perlindungan akan kelangsungan hidup satwa Komodo
tertuang dalam keputusan Sultan Bima Nomor 4031/40 tanggal 30 Desember 1914.
Dalam surat keputusan Kesultanan Bima tersebut memuat agar warna masyarakat kesultanan Bima melindungi satwa Komodo. Surat keputusan tersebut di tanda tangani Sultan Muhamad Ibrahim Abdulah.
Dalam catatan sejarah Kesultanan Bima pernah menguasai wilayah NTT yang meliputi Manggarai hingga Rote dan seluruh Pesisir Utara NTT. Sejak abad ke X hingga Abad XV.
Bukti sejarah atas Ekspansi peninggalan Kesultanan Bima diwilayah NTT adalah Istana AsiPota dan bahasa Manggarai hingga Rote sampai sekarang menggunakan bahasa Bima.
Begitu juga diwilayah Pulau Komodo.
Dahulu Sultan Bima jika ingin mengunjungi satwa Komodo dipulau Komodo, para Sultan Bima memanggil nama Komodo dengan sebutan MBOU atau ORA.
Dikisahkan Alan Malingi Kepala UPT Museum Asi Mbojo, bahwa Almarhum Sultan Bima ke XVI Ferry Zulkarnain berkunjung ke Pulau Komodo tahun 2010.
” Almarhum Dae memanggil Komodo dengan sebutan Mbou, saat itu beliau menepuk tanah tiga kali dan memanggil Mbou, semua komodo datang menghampirinya, saya kaget dan ketakutan, tetapi almarhum Dae mengeluarkan kayu dari dalam tas nya, menekan kepala komodo dengan kayu itu, semua komodo itu diam dan jinak, sejak itu saya baru tau jika Komodo itu dipanggil dengan sebutan MBOU,” ujarnya kepada harianamanat melalui telepon, Rabu malam 24 November 2021.
Menurut Alan bahwa sejak tahun 1958 batas Kesultanan Bima dikukuhkan sampai Gili Banta.
Inilah Riwayat Singkat Sultan Muhammad Ibrahim XIII
Sultan Ibrahim Bin Abdullah adalah Sultan Bima XIII memerintah tahun 1881-1915.
Sultan Ibrahim lahir di Bima pada tahun 1862. Sultan Ibrahim naik tahta pada tahun 1881 setelah kakaknya sultan Abdul Azis bergelar Ma Wa’a Sampela wafat.
Ma Wa’a Sampela berarti meninggal di usia bujang( tidak memiliki keturunan).
Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim, Manggarai dan sekitarnya masuk dalam wilayah Bima termasuk pulau Komodo.
Pada Tahun 1914 sultan Ibrahim mengirim surat kepada Residen Timor dan Daerah Takluknya di Kupang tanggal 30 Desember 1914 No. 4031/40 tentang perlindungan terhadap Komodo.
Dalam surat tersebut Sultan Ibrahim memerintahkan kepada semua masyarakat yang berada sama dengan komunitas komodo membiarkan hewan tersebut hidup secara bebas dan melarang memburu apalagi merusak sarang dan semua tindakan yang akan mengancam kelangsungan habitat komodo. ( Arsip Surat Sultan Ibrahim secara lengkap di Arsip Nasional RI Jakarta ).
Surat itu dikeluarkan atas pertimbangan melihat perkembangan perdagangan antar pulau yang semakin meningkat dan barang-barang dagangan yang semakin tidak terhitung asalkan memiliki fungsi yang menarik.
Tentu saja komodo sebagai hewan yang erotis menjadi salah satu incaran karena kulitnya tentu saja akan dibayar mahal.
Sultan Ibrahim wafat pada tanggal 6 Desember 1915 dan diberi gelar Ma Taho Parange atau yang baik perangainya.
Dimakamkan di sebelah barat Masjid Kesultanan Bima.(Sri)