Saya Tengah Nikmati Takdir oleh Dr.Firmansyah

    @Dr M Firmansyah (Tim Penjamin Mutu Riset Balitbang Kota Mataram).

    Kemarin Saya dan beberapa kawan makan siang bersama seorang ustad. Ustad Pengusaha, sekaligus pendidik. Orangnya sederhana. Penampilan apa adanya.

    Beliau punya sekolah IT bertaraf internasional. Saat ini sudah belasan di daerah Jakarta. Menyusul skitar 5 sekolah lagi dalam 1 sampai 2 tahun ini, di luar jakarta. Siswanya mungkin lebih 5000 orang.

    Ada penambahan lagi ribuan orang tuk ajaran baru. Biaya masuk mahal, mungkin rasanya tidak cukup tuk level PNS. Termaksud dosen kaya saya, sekolahkan anak di sana. Tapi bila mau pasti ada jalan.

    Sekolah dengan banyak pengajar asing. Miliaran rupiah belanja rutin tuk datangkan pengajar asing. Mereka dari Eropa, Amerika dan juga timur tengah. Bliau punya HAKI kurikulum dan standar pembelajaran internasional.

    Pola bisnis, kerja sama dengan investor. Umumnya 30 banding 70. Investor 70 persen. Investor bangun sarana bliau siapkan perangkat pembalajaran dan segela turunannya. Dengan pola ini tentu sangat disukai.

    Dengan modal 5-10 milliar, BEP tidak butuh lama. Trend siswa yang daftar terus meningkat. Walau terbilang mahal.

    Sebenarnya saya tidak ingin bahas bisnisnya pak ustad. Saya lebih senang perhatikan diri sang ustad. Ktika plecing kangkung datang ke meja makan. Satu piring plecing itu Bliau tuangkan langsung semua ke piring nasinya.

    Saya tanya, ustad senang plecing? Mumpun di sini (Lombok) katanya. Di Jakarta tidak sama dengan plecing Lombok. Pelan2 dia nikmati makanannya. Dengan nasi satu piring besar.

    Saya perhatikan betul cara makannya. Saya dari tadi selesai makan. Saya amati, nikmat sekali bliau makan. Apakah setiap suap selalu diiringi doa?

    Entah ada pertanyaan apa dalam suasana diskusi itu. Saya lupa. Namun, Satu waktu dia berkata  Saya tengah nikmati tadir saya. Katanya.

    Pantas asetnya banyak. Punya mobil mewah. Rasa syukur dijanjikan Allah ditambah nikmatnya. Apa juga bliau tengah nikmati takdirnya, sedang makan saat itu?

    Saya renungi saat pulang dari pertemuan bermakna itu. Sifat saya yang terkadang grasa grusu, makan keburu buru. Entah apa yang saya cari.

    Selesai makan hanya perut kenyang. Bahkan kemudian ngantuk. Seringkali saya melupakan rasa syukur akan setiap takdir dari Allah.

    Setiap ucapan dan tindakan orang lain biasanya jadi jalan tuk evaluasi diri. Bila mau membuka diri dan pikiran. Suatu waktu saya akan praktekan satu kata “saya tengah nikmati takdir saya”.

    Walahu’alam.

    Ampenan, 22/11/2021.