Putera Kahir & Soeharmadji
Setelah Ruma Uwi mangkat dan kedaton dipojok barata-laut blok Suntu berpindah kepemilikan, kemana Tante Tuti?Ia hijrah sekitar 100 langkah kearah barat, kedalam areal halaman istana.
Menempati bangunan yang disebut Istana Kayu, sebelah timur istana megah.
Disanalah ia menetap.Sebelumnya adalah kedaton kediaman Ruma Haji (Abdullah), Paman Tante Tuti, dan kakak sekandung dari Sultan Salahuddin.
Bangunan yang kini ditempati Tante Tuti, sering saya dengar di Mataram pada era 1970an – 1980an disebut sebagai ‘Asi Mpasa’.
Om Putera Kahir lah yang menyebut demikian. Putera Mahkota Kesultanan Bima yang sedikit bicara dan rendah hati ini sering tampak bersama dua orang mekanik turun tangan membereskan gangguan mesin pada beberapa kendaraan angkutan umum miliknya. Dua di antara bemo kota itu diberinya nama AsaKota ’ dan “AsiMpasa’.
Kadang dengan tangan berlumuran oli dan berbagai perkakas, di hadapan mesin kendaraan, Om Putera menekuni minatnya pada ihwal yang berkaitan dengan mekanikal.
Kadang ditemani Tante Ida dengan senyum dan memicingkan mata melihat aktivitas suaminya diteras samping dan halaman rumahnya di Jalan Langko,Mataram
—tak jauh dari rumah kami dijalan yang sama.
Putera Kahir memimpin pemerintahan Bima pasca kemerdekaaan RI sejak sebagai Kepala Daerah Swapraja.
Lalu menyambung sebagai Kepala Daerah Tingkat II, status baru Bima sesuai UU No. 69 Tahun 1958. Ia menjabat sampai 1967. Pada zaman peralihan Orla ke Orba itu, penguasa baru menunjuk Komandan Kodim Soeharmadji sebagai pengganti Putera Kahir.
Yang saya ingat dari Bupati Soeharmadji, seorang tentara berpangkat letkol,bekas komanan kodim, yang selalu masuk angin. Saya sering melihat, tangannya bolak balik merogoh kantung, mengambil botol kecil minyak angin.
Setiap 3 menit ia meneteskan dari botol ke jarinya beberapa tetes lalu dioleskan di hidung. Tetes lagi,diantarkannya ke leher dan sisi kiri kanan leher.Selalu demikian.
Saat mengobrol,acara resepsi di pendopo Raba atau di manapun. Juga ketika posisi istirahat upacara lapangan.Itu yang pertama.
Hal kedua, pada masanya menjabat bupati ia mengubah kebun mangga disepanjang sisi selatan istana dan gudang logistik disisi timur-tenggara istana menjadi puluhan kavling rumah.
Yang sanggup membelinya adalah para pengusaha dan satu dua pejabat. Itu terjadi antara tahun 1968 – 1971. Ketika itu seluruh komplek istana memang sudah menjadi asset pemerintah kabupaten.**
Foto Cover Elok Wai Gani, Foto dalam koleksi Sri Pribadi