Sumbawa dan Selangor serta Lelaki Tua dari Laut oleh Muchlis Dj.Tolomundu (6)

  • HIKAYAT PUTRI NINGRAT
    MENJELANG SORE PADA sebuah hari saya memasuki hotel bersuasana teduh dalam lanskap rimbun pepohonan. Konon milik satu keluarga elit di Jakarta. Biarlah mereka menikmati kepemilikan properti di berbagai pojok negeri. Perut saya perlu sedikit makanannya dan tubuh hendak rebah menikmati kamarnya. Hotel ini berhadapan dengan Brangbiji, bandara yang letaknya sungguh di dalam kota Sumbawa Besar.

    Hanya satu setengah kilometer ke arah timur dari hotel seingat saya ada restoran yang sudah puluhan tahun melayani pelanggan. Sudah melewati berbagai gelombang ujian para pelanggannya.
Saya berencana selepas senja makan enak di Aneka Rasa—nama rumah makan itu.
Sudah sering saya menikmati masakannya ketika dalam rentang Desember 1982 sampai Maret 1983 beberapa kali pergi ke dan pulang dari kota ini untuk meliput peradilan atas para pemuda yang didakwa sebagai pelaku Peristiwa November 1980. Mereka didakwa dengan pasal-pasal subversi. Ancaman pidananya, hukuman mati. Berlangsung maraton,
para terdakwa diadili secara terpisah, sidang digelar setiap hari kecuali Jumat dan hari libur.

Dan selalu membetot perhatian warga. Pengunjung melimpah tiap kali sidang lantaran, “Orang-orang merasa seperasaan dengan para pemuda,” ujar Ahmad Zuhri, biasa dipanggil Meck, yang hadir tiap kali sidang.
Alkisah, awal pekan kedua November 1980 seorang anak gadis dari trah lingkar dalam istana menghilang dari rumah. Rombongan warga yang mencari kemudian menduga sang gadis dilarikan seorang pegawai bank. Warga lalu mendatangi rumah kepala bank. Ternyata yang dicari tidak ada. Massa lantas menyasar rumah-rumah teman pegawai bank tadi.


Rumah kepala kejaksaan juga tak luput. Kemarahan massa sudah terlanjur merebak kendati belakangan diketahui bahwa antara gadis keraton dengan seorang pemuda teman pegawai bank memang sudah lama terjalin hubungan cinta. Bagi warga—sesuai istiadat setempat, menikah mestilah dengan melamar. Bukan dengan melarikan. Urusan ini selanjutnya tidak lagi sekadar soal cinta sepasang sejoli.


Suasana makin memanas tatkala sekelompok orang, diketahui sebagai teman si pegawai bank, mengeroyok seorang pemuda. Korban keroyok ini lantas mengajak 200 temannya membalas pada 15 November 1980 malam.
Sejak saat itu perkelahian antar kelompok warga jadi meluas. Kisah gadis keraton dan pengeroyokan pemuda tadi kemudian menjadi hanya sekadar pemicu yang mencuatkan marah dari kekecewaan yang mengendap pada sebagian besar warga.


Begitulah, seorang hakim yang selama menjabat dianggap publik seringkali tidak bijaksana dalam vonisnya didemo warga di depan pagar rumahnya pada 18 November.


Para pendemo melihat sang hakim berdiri di serambi seraya mengacungkan 2 pistol. Lalu seorang belia terkena tembakan. Ia berasal dari kampung yang berseling jalan dan sungai kecil saja dengan ujung timur landas pacu bandara. (Saya masih ingat rumah itu. Ada dalam memori, raut pilu ibunya sembari memberi saya selembar foto anaknya). Anak muda itu, A. Rahman namanya. Tak lama kemudian, ia pun tewas.
Itu terjadi di Sumbawa, bukan di El Salvador. Ya di Sumbawa Besar, kota tempat saya mengkhayalkan nikmatnya masakan Aneka Rasa.


Rute dari tempat saya menginap menuju resto pada lepas senja itu kebetulan melewati toko dan hotel persis di pojok pertigaan sebelum kantor bupati. Itulah salah satu spot amuk massa yang terbakar dan rusak parah.


Pada November 1980 itu rusuh menjalar dengan cepat dan api lantas membara di seantrero kota setelah pemakaman A. Rahman. Properti para pengusaha—yang dianggap telah memonopoli keadilan, menguasai akses sumberdaya usaha dan ekonomi—nyaris tak ada yang tersisa. Total 433 bangunan terbakar, 171 lainnya rusak berat, delapan unit penggergajian kayu dan kilangnya rusak parah, 14 mobil dan 15 sepeda motor rusak berat. Juga 3000 (tiga ribu) penduduk mengungsi, keluar dari Sumbawa—secara tercerai berai. Dan, yang resmi terdata, dua belas orang tewas. https://majalah.tempo.co/read/43647/peristiwa november-1980
Hari-hari dalam November 1980 itu terjadi kerusuhan di berbagai kota.

Di Solo 19 November 1980 dan berlangsung sekitar 5 hari. Pada 25 November merembet sampai Semarang dan Kudus. Kisah Asmaraman Sukawati menarik kita ikuti. Ia bermukim di Tasikmalaya, Jabar.
Pada 1963 kotaitu dilanda kerusuhan. Merembet dari Bandung ke banyak kota di Jabar. Mulanya hanya aksi dalam kampus ITB yang dimotori pemuda Siswono Yudohusodo, Muslimin Nasution, Rahman Tolleng, dan rekan-rekannya. Tasikmalaya yang jauh dari Bandung pun turut membara. Rumah dan harta benda milik Tuan Asmaraman turut juga ludes hangus jadi arang.


Korban yang bernama asli Kho Ping Hoo—penulis serial cerita silat yang kesohor—itu tak punya jurus sakti atau jurus mabok untuk menghalau amuk massa. Menjadi seperti tuna wisma yang tak lagi punya rumah, kemudian ia memutuskan hijrah ke Solo.


Tujuh belas tahun kemudian, November 1980, komplek tempat tinggalnya di Solo juga menjadi sasaran kerusuhan. Tapi rumah dan percetakan serta 100 pekerjanya sedikitpun tak tersentuh amuk massa. Jiwa dan harta benda semua selamat. Kok bisa? Apa jurusnya? “Laku, kelakuan,” ujarnya. Menurutnya, huru-hara tidaklah berlatar rasialisme. Sasarannya adalah kelompok yang tak memiliki sensitivitas sosial, hidupnya unjuk superioritas kuasa dan pengaruh serta berlaku berlebihan di tengah masyarakat yang susah.


Sembari menyesalkan masih adanya egoisme dan sadisme massa yang terus berulang, Kho Ping Hoo menganggap rusuh itu ada juga hikmahnya. “Menyadarkan yang congkak,” katanya.


Tiba di lokasi Aneka Rasa, masih lokasi yang sama, saya harus kecewa berat. Tutup. Sudah berasa diujung lidah menu ragam seafood. Seluruhnya klasik. Sop kepiting, ikan asam manis, sapo seafood, udang/cumi/kepiting masak lada hitam atau saus tirem, udang/cumi goreng mentega. Juga sayuran segar cah kangkung atau sawi dan cap cay dengan potongan udang, cumi dan teripang serta bakso ikan di dalamnya.


Tinggal pilih. Semuanya lezat. Menu klasik regular dipadu bumbu-bumbu untuk mencapai kelezatan terbaik. Tetapi, restonya tutup. Apa boleh buat.